Thursday, May 29, 2014

Introduction to My Dream(ed)

Jaman dahulu kala, alkisah hiduplah seorang siswa SMA yang baru datang pertama kali ke event jazz legendaris Indonesia, The 33rd Jazz Goes To Campus. Dan langsung jatuh cinta, sama jazz, sama drummer, sama Echa Soemantri.

Jadi ini kisah tahun 2010, gak jaman dahulu banget sih sebenernya..
Yesaya Wilander Soematri adalah seorang drummer kebanggaan kita bersama (kebanggaan gue banget sih sejujurnya) yang lahir di Jakarta, 7 Juli 1989. Nama panggilannya Echa, dan dimulai tahun 2010 itu gue ngefans banget sama dia. Pertama kali liat di JGTC manggung sama 3 Fingers dengan gilanya, gue cuma bisa teriak-teriak gila sama geleng-geleng kepala.

Echa itu.....
Ngedrumnya jago banget, dan bikin cewe-cewe melting.
Menurut gue dia juga punya karisma. Ngga semua drummer punya karisma, dan dia punya. He really looks fit in with the drums.
Walaupun jago banget, dia gak pernah membanggakan dirinya, selalu Tuhan yang utama. +1 nih!
Simply cool. Gak terlalu ganteng, tapi keren..banget.
Kaku, less expression, dan pendiam. Sepaket lengkap banget yah kaya robot..hahaha peace out kak!
Echa itu cerdas, pintar, punya ingatan yang bagus. Entah berapa alat musik yang dia kuasai, entah berapa nama fansnya yang dia inget.
last but not the least, Echa itu baik sekali, super baik, humble, down to earth, dan ramah. Yang ini sepaket lengkap pacar-able deh :p. Seriusan, baik emang terlihat common sih, klasik yah orang baik, tapi ini memang literally baik. Dari mulai follower 300 sampe sekarang 69.000 perlakuannya ke fans sama aja ramahnya. And personally to me ;)

to be continued..


Sunday, May 18, 2014

bingung ya?

lagi.
ga pernah berencana untuk nulis
apalagi tentang dia
dia yang sama
dia yang dahulu hanya terlihat gak punya hati
sekarang benar tak punya hati..

serius.
aku gak habis pikir
yang kali ini dia udah sangat keterlaluan
bahkan aku gak paham lagi harus cerita mulai dari mana
aku gak punya kata-kata untuk gambarinnya
mungkin karena terlalu kaget
terlalu sakit
jadi gak mampu

intinya..
dia..
jahat.


bingung ya?
sama.

Thursday, May 8, 2014

Resensi Film (The Iron Lady)

 Pemain             : Meryl Streep(Margareth Thatcher), Jim Broadbent(Dennis Thatcher),Susan Brown(June),Olivia Colman(Carol Thatcher), Phoebe Waller-Bridge(Susie), Iain Glen(Alfred Roberts, dll.
 Produksi : 13 Januari  2012
Produser           :   Damian Jones
Sutradara          :   Phyllida Llyod
Penulis naskah  :  Abi Morgan
SINOPSIS
Mengangkat cerita yang dialami oleh mantan Perdana Menteri Inggris Margareth Thatcher (Meryl Streep), The Iron Ladymenawarkan sebuah kisah yang mampu memberikan semangat bagi semua orang untuk berkarya dan berjuang keras demi membangun negaranya. The Iron Lady berkisah tentang kehidupan Margareth Thatcher di masa mudanya yang berjuang sangat keras untuk meraih kedudukan di parlemen. Demi mencapai tujuannya tersebut, Margareth tentunya mendapat berbagai hambatan, salah satunya adalah diskriminasi gender. Alfred Robert (Ian Glen) selaku Ayah dari Margareth, adalah sosok yang paling berjasa dalam membentuk ambisi besar putrinya.
 Sebagai putri dari seorang pedagang, Margareth pun memiliki misi untuk meingkatkan kemandirian para pekerja kecil maupun besar, demi membangun negaranya sendiri. Di Awal perjuangannya, suara atau kampanye Margareth untuk mencalonkan diri ke parlemen hampir tidak terdengar. Mereka masih menganggap kalau kaum perempuan hanya mampu bertugas di dapur dan tidak memiliki kekuatan untuk memimpin negara. 
Namun berkat tekad dan kerja yang keras, akhirnya Margareth bisa menjadi Perdana Mentri Inggris. Tapi bukan berarti setelah menjadi Perdana Mentri Inggris, masalah yang dihadapi oleh Margareth sudah selesai. Dirinya pun masih dihadapkan dengan reaksi masyarakat dan anggota parlemen yang lain, terhadap keputusan-keputusan yang telah dibuatnya.



RESENSI FILM
The Iron Lady, adalah sebuah film yang mengisahkan tentang Margaret Thatcher, Perdana Menteri dengan masa jabatan terlama dalam sejarah kerajaan Inggris. Tema besar dari film ini adalah sejarah pemerintahan dan politik Inggris, dengan menonjolkan sosok seorang pemimpin yang tegas, meskipun ia adalah seorang perempuan. Pada masa hidup Margaret Thatcher, perempuan tidak dipercaya menjadi seorang pemimpin di Inggris. Pemerintahan didominasi oleh laki-laki, yang notabene malah belum menunjukkan kemajuan bagi negeri. Dengan segenap keberanian, tokoh Margaret Thatcher yang diperankan oleh Meryl Streep, kemudian memutuskan untuk masuk ke dalam pemerintahan Inggris. Tak puas terpilih sebagai Menteri Pendidikan, ia mencalonkan diri menjadi Perdana Menteri.
Film ini mengisahkan bagaimana perjuangan Margaret Thatcher hingga akhirnya bisa menduduki jabatan sebagai Perdana Menteri dan bagaimana perjuangannya memerintah Inggris selama 11,5 tahun. Ada darah, air mata, namun tidak membuatnya menjadi pemimpin yang “loyo”. Bahkan ketika harus ditinggalkan oleh suaminya, Denis Thatcher (yang diperankan oleh Jim Broadbent), Margaret masih sosok yang memiliki karakter kuat. Tokoh Margaret menderita sebuah penyakit yang membuatnya tak bisa membedakan antara masa lalu dengan masa sekarang. Kenangan tentang suaminya, dan masa lalunya yang keras ketika harus berjuang mengurusi pemerintahan Inggris, datang dan pergi dalam kehidupan masa tuanya. 
Selain dari alur cerita, kami sangat salut pada karakter tokoh-tokoh di dalamnya, baik Margaret maupun suaminya, Denis. Margaret beruntung memiliki suami yang mengerti sepenuhnya, bahwa seluruh hidup istri tercintanya, akan didedikasikan untuk pelayanan publik. Dan Margaret, adalah sosok seorang pemimpin yang tegas, yang konsisten dengan pendiriannya, namun tetap memiliki dedikasi kepada keluarganya. Harapannya selain menjadikan Inggris lebih maju, juga ingin melihat putera-puterinya tumbuh bahagia.

Ini adalah foto Perdana Menteri Inggris yang asli, Margaret Thatcher, yang kisah hidupnya menginspirasi pembuatan film “The Iron Lady”.
Pesan moral yang saya dapatkan dari film ini (dan terutama dari kisah hidup seorang Margaret Thatcher) adalah :
1. Seorang perempuan harus berani mewujudkan cita-citanya, meskipun banyak yang meremehkan.
2. Ada satu pesan dari sahabat Margaret : “Ketika ingin mengubah negara, pimpinlah!“
3. Selain ingin agar Inggris menjadi negara yang maju, keinginan terbesar Margaret dalam hidupnya adalah ingin melihat putera-puterinya tumbuh bahagia.
4. Meski harus mengorbankan nyawa prajurit, Margaret teguh pada pendirian bahwa Kedaulatan penting bagi sebuah Negara. Margaret memutuskan perang dengan Amerika Serikat untuk mempertahankan sebuah pulau yang jauh terpencil dan dianggap tidak menghasilkan apa-apa bagi Inggris. Ia mengambil contoh betapa Amerika juga dulu mempertahankan pulau Hawaii meskipun jauh dan terpencil. Amerika tidak menyerahkannya kepada Jepang saat Jepang “menawar” secara diplomatis untuk menduduki pulau tersebut.
5. Ketika keputusannya untuk menyatakan perang harus mengorbankan nyawa-nyawa prajurit, Margaret menulis surat dengan tulisan tangannya sendiri, kepada keluarga prajurit dan menyatakan “perjuangan prajurit untuk kedaulatan Inggris tidak pernah sia-sia,”.
6. Meski kebijakannya pernah mendapat kecaman, ia memiliki prinsip bahwa : “mungkin keputusan kita akan dihujat oleh generasi saat ini, tapi generasi selanjutnya akan berterima kasih atas keputusan yang diambil hari ini,”
7. Kisah hidup Margaret Thatcher juga mengisahkan tentang pengkhianatan yang dilakukan oleh orang-orang terdekat, yang akhirnya mengancam kepemimpinannya. Film ini pada akhirnya menggambarkan dengan indah, bagaimana sulitnya memimpin sebuah negara, dalam gelombang pro dan kontra dari rakyat dan bahkan orang-orang di dalam pemerintahan sendiri.
Kelebihan Film  : Banyak hal yang bisa diambil dari film The Iron Lady, bukan sebatas tontonan yang menginspirasi saja. Film garapan Phyllida Lloyd ini memiliki pesan untuk terus bekerja keras dan berjuang demi mengejar impian. Khususnya bagi kaum perempuan, film yang berdurasi 105 menit tersebut diyakini bisa menambah rasa percaya diri untuk berkompetisi dengan kaum laki-laki. 

Kekurangan Film  : 
Walau penonton (kami) tidak dibekali dengan pengetahuan yang cukup akan sosok Margaret Thatcher, mungkin setiap orang bisa merasakan ia sebagai pemimpin yang mempunyai ideologi yang mendalam, tegas dan telah melalui banyak kejadian bersejarah. Hanya saja, sayang The Iron Lady gagal menangkap banyak esensi penting dari banyak kejadian yang dialami Margaret Thatcher untuk menuangkannya kembali kedalam sebuah cerita yang mampu menarik perhatian lebih dari penonton (kami).
Phyllida Lloyd mengarahkan film ini terasa begitu datar dan gagal menjaga intensitas alur cerita yang mengakibatkan kisah kehidupan Lady Thatcher yang sebenarnya begitu banyak intrik tak lebih dari sekadar kilasan kilasan belaka. Setelah storyline dan naskah yang tidak bisa digali dengan sempurna, sisi akting para jajaran bintang film ini seperti semakin menambah urutan kekurangan film ini, selain Meryl Streep yang tampil flawless, rasanya tidak ada satupun dari jajaran pemain film ini yang memberikan penampilan apik mereka, kurangnya pendalaman karakter mungkin salah satu penyebab hal ini, sayang sekali karakter Denis Thatcher yang seharusnya krusial dalam hidup Margaret terasa tersia siakan akibat kurangnya pendalaman karakter dan lemahnya naskah film ini.
 Alur maju mundur/flashback yang dihidangkan di film ini seperti tumpang tindih, Margaret yang sudah tua terasa mendapat porsi lebih banyak dibanding Margaret saat dimasa keemasannya memerintah Inggris, pertama saya mengira bisa menyaksikan biopic seorang Lady Thatcher yang menitik beratkan pada perjuangannya mencapai tampuk kekuasan perdana menteri, namun saya hanya menelan kekecewaan setelah masa masa itu dihadirkan dalam adegan flashback yang tidak seimbang.